Konon katanya
keterbatasan akan memacu kita menjadi semakin kreatif, begitu juga di
era Perang Dunia II dimana dunia mengalami kegentingan, pasokan energi
tidak selancar di masa damai, namun itu tidak menghentikan para insinyur
untuk terus berkarya. Soviet contohnya, kekurangan bahan bakar minyak
mendorong para insinyur membuat truk berbahan bakar kayu, bagaimana
caranya?
Pertama prinsip kerja dari truk ini sama seperti kereta api, yaitu kayu dibakar untuk memanaskan air, timbul uap dan uap inilah yang kemudian menggerakkan roda. Masalahnya adalah bagaimana menempatkan sebuah mekanisme yang rumit dan memerlukan ruang besar (kereta api) ke dalam mesin truk yang ukurannya sudah pasti tidak boleh sama besarnya dengan kereta.
Sumber:
Pertama prinsip kerja dari truk ini sama seperti kereta api, yaitu kayu dibakar untuk memanaskan air, timbul uap dan uap inilah yang kemudian menggerakkan roda. Masalahnya adalah bagaimana menempatkan sebuah mekanisme yang rumit dan memerlukan ruang besar (kereta api) ke dalam mesin truk yang ukurannya sudah pasti tidak boleh sama besarnya dengan kereta.
Jauh
dari bayangan ketika soal kereta uap, pengemudi tidak harus terus
menerus memasukkan kayu ke dalam bara menyala. Kendaraan ini di desain
agar pengemudi cukup memasukkan kayu secara bertumpuk, kayu paling bawah
akan terbakar duluan dan ketika kayu sudah habis otomatis kayu
diatasnya akan turun ke bawah untuk dibakar (lihat mekanisme berbentuk X
di truk).
Walaupun
kelihatan mudah namun mekanisme kendaraan ini sangat rumit dan berbeda
dari mesin berbahan bakar minyak, jadi perlu tenaga ahli untuk
mengoperaikannya
Interior
bagian dalam truk sangat sederhana, mengingat truk ini dibuat tahun
1940-an tidak heran kalau anda tidak menemukan teknologi yang cukup
"wow".
Ngomong-ngomong
selain kayu anda tentu saja butuh air, tidak perlu banyak-banyak cukup
sediakan 200 liter air, dan anda bisa melaju sejauh 80 km. Berat truk
ini sekitar 14 ton, kapasitas angkut 6 ton, dan sisanya untuk air dan
kayu. Dengan berat seperti itu anda bisa melaju sampai 45 km/jam.
NAMI-012 in 1951 during official tests.
The final model – NAMI-018 in 1953.
Dengan
murahnya harga BBM (ehmm Indonesia) tentu tidak seorangpun sekarang ini
yang mau membeli kendaraan bermesin uap, tapi mungkin kelak jika kita
benar-benar kehabisan cadangan minyak bumi kita bakalan memakai
kendaraan seperti ini lagi. Dan jika saat itu tiba semoga saja harga
kayu dan air tidak meroket selangit.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar